Tuesday, August 26, 2014

Hak Pejalan Kaki di Trotoar

Trotoar. Kita semua pasti tahu trotoar itu adalah jalur khusus untuk para pejalan kaki. Namun tampaknya, fungsi trotoar tersebut tidak berlaku di kawasan Margonda, Depok, yang mungkin di tempat-tempat lain juga ada yang seperti itu. Maka dari itulah, kelompok saya yang bernomor urut 16 atau yang biasa saya dan kelompok saya juluki sebagai Kelompok Sangadji melakukan observasi PSAK 2014 pada trotoar tersebut pada tanggal 19 Agustus 2014 hari Selasa pukul 16.00 WIB.

Teman-teman, trotoar yang benar adalah yang kosong, bersih, serta dapat dilalui dengan lancar, aman, dan nyaman oleh pejalan kaki. Bahkan, 1 lajur trotoar yang semestinya dapat menampung maksimal 4 orang, seperti yang ada di gambar berikut.


Namun kenyataannya, banyak sekali penyimpangan yang terjadi di daerah trotoar ini, seperti yang ada pada gambar-gambar di bawah ini.

 

Terdapat gerobak pedagang kaki lama, motor-motor yang diparkir, bahkan tumpukan sampah di pinggir trotoar. Para pejalan kaki pasti kesal dengan hal-hal ini, begitu pula dengan saya. Apalagi di gambar pertama, hampir semua bagian trotoar tertutup oleh hal-hal tersebut.



Trotoar yang ditutupi oleh mobil-mobil yang diparkir. Kira-kira, apa yang akan Anda lakukan jika berada di foto itu? Pasti mau tidak mau, dengan terpaksa Anda akan berjalan hampir ke tepian jalan raya, bukan? Tentu saja jika Anda tidak ingin berjalan di celah kecil mobil-mobil yang telah terparkir itu. Nah, berhati-hatilah jika berjalan di tepian jalan raya tersebut, karena banyak sekali angkot yang ngetem dan juga pengendara motor.

Nah, itulah contoh-contoh penyalahgunaan trotoar yang merusak hak pejalan kaki di kawasan Margonda. Memang, menurut pengalaman saya, saat di Margonda tersebut saya tidak nyaman berjalan kaki. Pasti di depan saya selalu ada halangan, baik itu pedagang kaki lima, motor dan mobil yang diparkir sehingga saya terpaksa berjalan hampir ke jalan raya, dan itu harus ekstra hati-hati. Baru saja berjalan sedikit, klakson angkot dan motor pun berbunyi karena saya dianggap telah mengganggu ketentraman jalan raya. Padahal, saya melakukan itu juga karena hak pejalan kaki saya sudah diganggu oleh halangan-halangan di trotoar tersebut.


Sekarang, bagaimana jika di jalan raya tidak ada trotoarnya?



Di gambar tersebut, mobil dan angkot makin menjadi memarkirkan atau mengetem seenaknya saja. Masalah yang ada di foto-foto sebelumnya pun terulang kembali; mau jalan kemana, lewat celah-celah sempit kendaraan tersebut atau lewat tepian jalan raya? Apalagi yang di gambar kedua, bahkan disitu terlihat motor yang melawan arus. Bagaimana jika nona yang berkerudung hitam itu diserempet oleh motor tersebut diserempet oleh motor? Menurut Anda, salah siapakah itu? Motor atau si nona?


Jujur saja, semua ini serba salah. Jika jalan di Margonda itu dibuatkan trotoar, hal itu memungkinkan untuk menyempitkan jalan, padahal jalan Margonda termasuk yang sangat padat dan sering macet. Lalu, mungkinkah seharusnya pedagang kaki lima berjualan di tempat lain saja? Bagaimana jika motor dan mobil yang di parkir di trotoar tersebut adalah pemilik rumah yang dia parkir? Ataupun konsumen yang ingin makan di rumah makan di pinggir jalan itu? Jika tidak ada konsumen, usaha rumah makan tersebut tidak akan berjalan lancar, bukan? Mengapa ada tumpukan sampah di trotoar? Bagaimana jika yang parkir sembarangan bannya dikempeskan seperti yang ada di Jakarta? Apakah memperjuangkan hak pejalan kaki seperti ini dianggap egois?


Sekianlah laporan individu dari saya, terima kasih telah menyempatkan waktu Anda untuk membacanya dan mohon maaf jika ada kesalahan kata-kata. Silahkan di comment, no silent reader, please :)

No comments:

Post a Comment